Trending Topic
Cintai Diri Sendiri, Cegah Bunuh Diri 

13 Nov 2023


Foto : Pexels.com


Beberapa waktu belakangan ini, kasus bunuh diri kembali marak, menjadi headline di berbedaia media. Pada bulan Agustus 2023 lalu, seorang mahasiswa universitas negeri di Semarang ditemukan gantung diri sehari menjelang hari wisudanya. Selang dua bulan kemudian mahasiswi dari Yogyakarta mengakhiri hidupnya dengan cara meloncat dari lantai empat asrama putri. Terbaru, seorang mahasiswa kedokteran dari universitas di Surabaya ditemukan tak bernyawa di dalam mobilnya pada awal November lalu. Diduga ia bunuh diri karena merasa tertekan atas tuntutan orang tua yang ia ungkapkan melalui surat yang ditemukan di TKP.

Tidak menutup mata, kasus bunuh diri khususnya pada usia dewasa muda meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data dari Kepolisian RI, kasus bunuh diri yang terjadi sejak Januari hingga Juli 2023 ada sebanyak 640 kasus. Jumlah ini meningkat 31,7% dibandingkan tahun sebelumnya pada periode yang sama. Dugaan penyebab pun bermacam-macam, seperti adanya masalah dalam keluarga, kurang mendapat perhatian dari orang tua, masalah akademis, atau tertekan dengan lingkungan sekitarnya. 

Jika ditilik dari teori Emile Durkheim yang ditulis dalam bukunya berjudul Suicide tahun 1897, ada empat penyebab bunuh diri dalam masyarakat, yaitu egoistic suicide (bunuh diri karena urusan pribadi), altruistic suicide (bunuh diri karena memperjuangkan orang lain), fatalistic suicide (bunuh diri karena bertentangan dengan aturan norma, keyakinan yang ada di masyarakat), dan anomic suicide (bunuh diri karena kehilangan cita-cita atau tujuan dalam hidupnya). 

Seperti dijelaskan oleh psikolog Nessi Purnomo dari RS Panti Rapih Yogyakarta, penyebab seseorang bunuh diri tidak tidak dapat dipastikan, karena korban yang bersangkutan sudah meninggal. “Alasan sebenarnya korban memutuskan untuk bunuh diri, tidak dapat diketahui. Kecuali, orang tersebut pernah mendatangi psikolog kemudian menyampaikan atau berkonsultasi atas masalah yang dihadapi, sehingga psikolog dapat mengambil kesimpulan. Atau ia meninggalkan pesan sebelum bunuh diri. Keputusan itu pasti diambil detik per-detik. Ada yang memang sudah merencanakan dan ada yang kemudian punya ide langsung direalisasikan,” ungkap Nessi. 

Ketika seseorang memutuskan untuk bunuh diri, sering kali bukan karena satu masalah atau kejadian, melainkan dari beberapa kejadian. "Biasanya ada satu kejadian yang memicu, tetapi itu bukan satu-satunya alasan mengapa seseorang melakukan bunuh diri," jelas Nessi. 

Bagi pelaku, bunuh diri merupakan salah satu alternatif solusi dari permasalahan yang mereka alami atau rasakan. Ini sangat berpengaruh pada kesehatan mental seseorang. Oleh karena itu, menurut Nessi, penting untuk kita memiliki mental yang sehat, sehingga kita menyadari bahwa bunuh diri bukanlah solusi atas permasalahan yang kita hadapi. 

"Dengan mental yang sehat, kita jadi lebih aware dengan kondisi yang kita alami. Misalnya saat kita merasa tertekan dan tahu bahwa orang terdekat kita tidak bisa membantu, kita bisa segera konsultasi ke tenaga profesional untuk mencari bantuan. Kalau orang sudah lebih sadar sama kesehatan mentalnya, terutama kesehatan mental sendiri, di saat yang sama diharapkan orang lebih memahami terhadap kondisi mental orang lain, tidak menghakimi,” tambah Nessi. 

Menurut Kristin Lothman, psikolog dari Departemen Pengobatan dan Kesehatan Integratif Mayo Clinic, dengan sengaja menyisihkan waktu untuk diam dan berlatih mencintai diri sendiri akan memberikan manfaat untuk kesehatan mental. Ia juga menyarankan kita secara rutin melakukan latihan dasar seperti menulis jurnal, bermeditasi, berdoa, atau aktivitas lain yang memberikan energi sekaligus meningkatkan rasa bersyukur. Dengan memperhatikan diri sendiri, kita akan dengan secara sadar menciptakan cinta, rasa aman, dan rasa memiliki dalam diri kita. Inilah yang nantinya diperlukan sebagai tameng atau pertahanan saat melalui masa-masa sulit. 

Jika seseorang yang kita kenal menampakkan perubahan perilaku, misalnya lebih sering mengurung diri atau menarik diri, enggan bertemu dengan orang lain, dan mulai terlihat ada perubahan kebiasaan, kita perlu waspada. Jadilah orang yang berada di sisinya, menemani, dan mengajaknya berbicara. "Jangan ragu juga untuk mengajaknya ke psikolog, dan memastikan bahwa dia tidak menjalaninya sendiri. Dengan begini, dia akan mendapatkan pertolongan lebih cepat sehingga diharapkan kadar depresinya menurun dan tidak melakukan tindakan bunuh diri," tutup Nessi. (f) 


Penulis: Akhtar Primora Harahap, Benedetta Nedra Widiarto, dan Britain Reinard Allessandro Lukito


Baca Juga : 
Masalah Finansial dan Kesepian Jadi Faktor Pemicu Utama Gangguan Kesehatan Mental
Kenali Gejala dan Solusi Depresi pada Anak dan Remaja
Slut Shaming, Kekerasan Pada Perempuan Lewat Bahasa



Topic

#bunuhdiri

 



polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?