Family
Ibu Percaya Diri, Jalankan Peran dengan Bebas Stigma

30 Aug 2022

Foto: Dok. Shutterstock
 
Pada dasarnya, setiap ibu selalu ingin memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Namun apa yang diupayakan para ibu, kadang tidak terlihat cukup baik di mata orang lain maupun masyarakat. Tak jarang, kaum ibu pun menjadi objek stereotype masyarakat akibat pola asuh, konsekuensi dari peran ganda ibu, juga bahkan kekurangan fisik yang dimiliki ibu. Ibu pun kemudian dianggap tidak cukup baik menjalankan peran sebagai seorang ibu. Stigma yang kerap melunturkan kepercayaan diri seorang ibu. Padahal seorang Ibu perlu membangun self love atau mencintai diri sendiri. 

Menurut Putu Andani, Psikolog & Co-Founder Tiga Generasi, dalam acara peluncuran kampanye terbaru #CintaBundaSempurna bersama Nestlé DANCOW FortiGro beberapa waktu lalu, dalam melakukan pengasuhan Ibu tidak perlu berpatokan pada standar kesempurnaan seorang ibu di mata masyarakat maupun terusik stereotype yang ada. Justru standar ini dapat memunculkan tekanan sosial yang membuat rasa percaya diri ibu terus menurun.

"Lama-lama kita merasa semakin jauh dari sempurna. Merasa stres dan kalau berkepanjangan bisa menjadi burn out bahkan depresi," ujar Putu Andani menjelaskan mengapa para ibu juga perlu menghargai diri dan keadaannya.

Putu Andani menambahkan, menjadi seorang ibu memang perlu memiliki pengetahuan soal pengasuhan dan cara merawat anak yang baik, namun kondisi dan kebutuhan setiap anak itu tidak sama. Oleh karena itu, pola asuh terbaik adalah yang sesuai dengan karakter dan perkembangan anak itu sendiri. "Tidak ada ibu juara. Baik ibu bekerja maupun ibu rumah tangga, tantangannya tentu berbeda," jelasnya.
 
Selain itu, para ibu juga sebaiknya tidak mematok goals pengasuhan atau ekspektasi terhadap anak dengan ukuran anak orang lain. Sebaiknya, semua disesuaikan dengan kondisi anaknya sendiri.

Dan yang tak kalah penting, mewujudkan cinta Ibu yang sempurna itu bukan hanya melulu memenuhi kebutuhan anak, ibu juga perlu memenuhi kebutuhan dirinya untuk bahagia. Dengan menjadi ibu yang bahagia, anak-anak juga akan lebih bahagia bertumbuh bersama ibu.
 
 

Foto kiri ke kanan: Sufintri Rahayu, Corporate Affairs Director PT Nestlé Indonesia, Titi Eko Rahayu, SE., MAP, Angkie Yudistia, psikolog Putu Andani, dan Maureen Hitipeuw, founder Single Mom Indonesia​. (Dokumentasi Dancow Fortigro)

Merasa Tidak Sempurna itu Wajar

Berbicara soal ketidaksempurnaan, Angkie Yudistia, seorang ibu penyandang difabel tuli, Staf Khusus Presiden Republik Indonesia juga pendiri ThisAble Enterprise, angkat bicara soal kondisinya. "Saya ini ibu yang jauh dari sempurna, bahkan saya ini penyandang difabel tuli," ujarnya saat membuka sesi bicara.

Angkie menuturkan bahwa dirinya pernah merasa tidak benar-benar siap menjadi orang tua saat pertama kali mengetahui dirinya hamil. "Saya ini termasuk anak istimewa dalam keluarga saya karena terlahir difabel tuli. Sejak kecil, saya diperlakukan istimewa oleh keluarga saya. Disayang-sayang dan selalu didukung hidupnya. Jadi saat punya anak, saya merasa, mengurus diri saya sendiri saja sulit apalagi mengurus anak," cerita Angkie soal perjalanan awalnya menjadi orang tua.

Menurut Angkie, salah satu yang menjadikan peran ibu itu sempurna adalah support system yang dimiliki. Bukan sekadar mengandalkan pengasuhan dan perawatan anak kepada seorang ibu. 

"Support system inilah penolong saya dan tempat bersandar paling saya butuhkan," ujarnya yang merasa bersyukur karenas elalu mendapat support dari suami, mertua, dan keluarga lainnya dalam pengasuhan anak.

Bukan hanya kekurangan fisik saja yang bisa menjadi dilema seorang ibu, kekurangan yang disebabkan oleh stigma masyarakat pun bisa dirasakan seorang ibu. Maureen Hitipeuwfounder komunitas Single Mom Indonesia, yang juga menjadi pembicara dalam kampanye ini menuturkan bahwa beberapa ibu tunggal seperti dirinya kerap dipandang tidak sempurna karena membesarkan anak sendirian. "Padahal, kalau soal keputusan menikah lagi, itu juga tidak mudah bagi seorang single mom. Kami juga perlu berpikir panjang sekali sebelum memutuskan," tutur Maureen.

Satu hal yang sempat mengendap dalam pikiran Angkie ketika hamil adalah bagaimana anaknya akan menerima kekurangan sang ibu yang jelas memiliki kekurangan. Juga bagaimana jika anaknya malu, ketika bergaul dengan teman-temannya, atau lebih buruk, ibunya menjadi beban bagi anaknya kelak kemudian hari. Lalu, ketika Angkie mendapatkan panggilan dari Kepala Negara untuk menjadi Staf Khusus Presiden RI, ia juga berpikir dan berdiskusi panjang dengan support system di rumah sebelum mengambil keputusan. 

Kekhawatiran-kekhawatiran yang dirasakan Angkie juga Maureen dan pastinya banyak Ibu di luar sana, yang selalu memikirkan dan berorientasi pada masa depan serta kebutuhan anaknya inilah yang sebenarnya merupakan wujud cinta Ibu yang sempurna. 

Seperti dijelaskan oleh Putu Andani, ada beberapa wujud cinta ibu yang bisa diberikan pada anak. Ada yang verbal, berupa waktu, berwujud sentuhan, dan berbagai macam bahasa cinta lainnya. Seorang ibu sebaiknya piawai memainkan wujud cinta ibu ini kepada anak, dan bukan dengan menggantinya dalam bentuk benda. "Biasanya yang susah diberikan itu waktu. Padahal anak butuh dilihat, dipahami, dan didengar," pesan Putu Andani agar para Ibu lebih memperhatikan alokasi waktu untuk anak.

Ibu Perlu Saling Mendukung

Melihat fakta tekanan sosial yang dihadapi para ibu karena 'ketidaksempurnaan' yang dimiliki, Staf Ahli Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Titi Eko Rahayu, SE.,MAP, yang juga hadir dalam kesempatan sama menegaskan bahwa berbagai pihak perlu bersatu baik dari level keluarga hingga organisasi. "Pengasuhan ini tanggung jawab bersama dalam menjaga, mendidik, dan menanamkan karakter di diri anak. Baik seorang ayah maupun ibu harus bekerja sama secara seimbang dan adil. Dan perlu dukungan semua pihak agar tercipta kondisi sosial yang bebas stigma pada kaum ibu, apalagi menyangkut keterbatasan, baik fisik, waktu dan peran ibu dalam keluarga," ujar Titi.

Maureen dan Angkie sepakat jika para ibu ini perlu bersama-sama saling mendukung agar lebih mudah menjalankan peran dan mewujudkan cinta kepada anak-anak mereka. "Kita bisa kuat kalau kita saling menguatkan. Women empower women. Negara ini butuh ibu yang bahagia dan kuat, karena generasi penerus bangsa ini juga butuh ibu yang baik," ujar Angkie.

Melalui kampanye #CintaBundaSempurna, Nestlé DANCOW FortiGro berkomitmen menjadi sahabat terbaik ibu dalam membantu memberikan nutrisi penting untuk pertumbuhan optimal buah hati. "Melalui kampanye yang menggandeng para ahli dari berbagai bidang dan komunitas, kami berharap dapat terciptanya sebuah support system yang dapat dimanfaatkan para ibu untuk merasa aman dan nyaman serta mendorong rasa percaya diri untuk memberikan kasih sayang maksimal bagi buah hati mereka," tutup Ganesan Ampalavanar, Presiden Direktur PT Nestlé Indonesia. (f) 


Baca Juga: 
Menjadi Orang tua Itu Menyenangkan Tapi Lebih Lelah dari Perkiraan, Ini Alasannya
Bonding Ayah dan Anak Juga Perlu Dibangun, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?
6 Rahasia Membesarkan Anak Paling Bahagia di Dunia

Laili Damayanti


Topic

#ibu, #peranibu, #stigma

 



polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?