Family
Belajar Manajemen Konflik dari Film Kulari Ke Pantai

28 Jun 2018


​Penting bagi anak untuk memiliki ruang berkonflik. Foto: Dok. Miles Film

Tidak hanya anak-anak yang akan terhibur dengan film Kulari Ke Pantai yang akan tayang di bioskop sejak 28 Juni nanti. Orang dewasa, khususnya para orang tua juga mendapat pembalajaran menarik tentang manajemen konflik dalam keluarga.

“Topik road trip keluarga ini sebenarnya setiap tahun menjadi bagian dari kisah kebanyakan keluarga di Indonesia lewat budaya mudik. Namun, cerita eksplorasi tentang apa yang terjadi dalam perjalanan itu yang jarang diungkap,” ujar Gina S. Noer, salah satu dari empat penulis skenario film Kulari Ke Pantai, saat ditemui di acara Gala Premier film besutan sutradara Riri Riza dan Miles Film itu, belum lama ini.

Gina menulis skenario ini bersama stand-up comedian Arie Keriting, Mira Lesmana, dan Riri Riza. Berbekal pengalaman sebagai ibu dari dua anak berusia 7 dan 10 tahun, Gina berhasil menghadirkan kompleksitas cerita keseharian dengan cukup apik, dan menginspirasi. Salah satunya tentang pengelolaan konflik di antara anggota keluarga.
 
Film ini mengangkat konflik yang terjadi antara Samudra (7), diperankan Maesha Kanna dan Happy (10), diperankan Lil’Li Latisha. Mereka adalah saudara sepupu yang telah lama tidak bertemu. Absennya komunikasi dan perbedaan gaya hidup membuat keduanya berkonflik.
 
Happy yang tinggal di Jakarta, merasa menemukan identitasnya di antara teman-temannya yang selalu berbahasa Inggris dan kekinian dalam hal mode. Sementara Samudra, yang tumbuh di kepulauan Rote, Nusa Tenggara Timur, menemukan jati dirinya saat bergaul dekat dengan alam.

Uniknya, dalam jalinan konflik kedua anak tersebut, Uci (Marsha Timothy), ibu dari Samudra, justru mengambil posisi di luar lingkaran konflik, seperti seorang pengamat. Ia tidak serta merta datang sebagai sosok dewasa yang lebih berpengalaman. Sebaliknya, ia memberikan ruang bagi anak-anak untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri.

 
​Gina sangat menikmati proses penulisan naskah yang merupakan cerminan dari problema yang dihadapi anak-anaknya sendiri. Foto: NJL/Femina

“Masalahnya, di dunia orang dewasa, kadang kita tidak sabar menyaksikan anak berkonflik dan ingin segera menyelesaikannya,”ungkap Gina.

Bahkan, jika bisa, anak-anak tidak boleh berkonflik satu sama lain. Akibatnya, proses belajar menerima dan menghargai perbedaan karakter dan pemikiran yang terbangun dalam konflik tidak terjadi. Tidak heran jika dewasa ini persahabatan bertahun-tahun bisa putus hanya karena berbeda pilihan Presiden atau Gubernur.

Di sisi lain, dengan memberikan ruang berkonflik bagi anak, orang tua bisa mengenal anak mereka dengan lebih baik. Sebab, ada karakter-karakter khusus yang baru muncul saat seorang anak merasa tertekan atau menghadapi masalah.

Sama seperti Samudra dan Happy yang merindukan acceptance atau penerimaan, demikian pula orang dewasa. Termasuk, para orang tua, yang di film ini diwakili dengan dinginnya hubungan Uci dan kakaknya, Arya (Lukman Sardi), ayah dari Happy.

“Terkadang kita berpikir bahwa kita berbeda dengan anak-anak. Padahal, tidak. Selalu ada sisi anak-anak dari diri kita dan masalah penerimaan yang belum pernah selesai. Ketika kita mengenal anak-anak kita, maka kita bisa mengobati anak kecil dalam diri kita,” pungkas Gina, berharap film ini bisa menciptakan momen kebersamaan yang hangat dalam keluarga. (f)


Baca Juga
Film Kulari Ke Pantai, Tentang Petualangan dan Pembelajaran Dalam Perjalanan Jakarta - Banyuwangi
Cut Mini Berencana Jelajahi Rute Road Trip Film Anak Kulari Ke Pantai


Topic

#kularikepantai, #filmindonesia

 



polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?