Fashion Trend
Kesatria Mode Ramah Lingkungan Menutup Jakarta Fashion Week 2021

2 Dec 2020


Foto: Dok. Jakarta Fashion Week 2021

“Apa sih peran designer di kala pandemi?” Pertanyaan itu yang diungkapkan Toton Januar pada jumpa pers Dewi Fashion Knights 2020 yang menutup rangkaian pagelaran Jakarta Fashion Week 2021. Sebagai salah satu kesatria terpilih tahun ini bersama Lulu Lutfi Labibi dan Chitra Subyakto (Sejauh Mata Memandang), ketiganya mengambil pendekatan mode ramah lingkungan dan mencoba mencari pemecahan dan inovasi  dengan segala keterbatasan yang ada saat ini.

Tema ‘Gaia’ atau ibu bumi, dipilih sebagai tajuk utama perhelatan DFK 2020 ini, ketiga ksatria pun memilih jalur inspirasi yang berbeda. Chitra Subyakto misalnya, mengaku bukan seorang perancang mode dan hanyalah seorang pecinta kain, Chitra melalui label Sejauh Mata Memandang mengambil pendekatan kontemplatif tentang alam dan esensi kehidupan.

Chitra mengambil langkah nyata untuk mengurangi sampah pakaian dengan menggunakan kembali kain sisa konveksi (pre-consumer waste), kain sisa produksi, serta kain ramah lingkungan yang semuanya diolah kembali bersama PT Daur Langkah Bersama (PABLE). Kebaya, celana, rok lilit, kemeja, tas kain selempang, tas pinggang, dan tas yang dapat beralih fungsi sebagai selendang, ditampilkan apik.

Senada dengan Chitra, Lulu Lutfi Labibi yang juga merupakan juara pertama Lomba Perancang Mode pada tahun 2011, mengambil pendekatan daur ulang pada koleksinya untuk DFK 2020. Koleksi yang seluruhnya disusun tanpa membeli kain baru ini dikemas dengan mengolah kain sisa produksinya menjadi potongan perca yang ditenun kembali. Diakui Lulu, secara visual sendiri kali ini dirinya belajar untuk kembali lebih sederhana dan menakar estetika dengan lebih berhati-hati.

Lulu pun membagi filosofinya dalam berkarya, “Baju itu harapan. Sementara sandang itu yang paling nyaman, sebuah pilihan busana yang memerdekakan,” maka tak heran bila potongan sederhana dan membebaskan penggunanya menjadi arah rancang Lulu yang menetap di Jogja itu.
Lulu terinspirasi dari sajak puisi karya Joko Pinurbo mengenai sandang dan tubuh itu sendiri, potongan sajak seperti ‘Kebahagiaan saya terbuat dari kesedihan yang sudah merdeka’ dituliskan pada sehelai kain bernuansa hitam dan putih. Koleksinya ini diberi tajuk ‘Sandang, Hening, Cipta, dan Puisi’.

Toton mengambil pendekatan serupa dengan memanfaatkan bahan sisa produksi di bengkel kerjanya. Terinspirasi dengan proses pendalaman spiritual masyarakat Indonesia, Toton meleburkan seluruhnya untuk menciptakan serangkaian busana baru dengan identitas modern yang kuat. Potongan-potongan busana siap pakai yang dapat dikenakan sehari-hari ditampilkan dengan padu-padan sarat makna dan artistik. Bodice dengan cetakan tubuh wanita yang menyerupai arca misalnya, menjadi tampilan yang menggugah dan eksotis.

Bagi lulusan Fashion Studies di Parson’s New School of Design New York ini, dunia mode sendiri memiliki dua tujuan penting, memberikan solusi sekaligus mimpi. “Fashion itu harus bisa memberi solusi untuk berbagai kegiatan sehari-hari. Namun sekaligus harus bisa memberikan mimpi, sebagai penyemangat baru akan hari-hari yang lebih baik di masa mendatang.” (f)
 



 
Baca Juga
Rinaldy Yunardi Melansir Lini Sepatu
Jakarta Fashion Week 202: Inspiring Creativism
ISEF 2020 Geliat Industri Modest Wear Indonesia


Topic

#ModeFemina, #JakartaFashionWeek2021, #JFW2021, #DewiFashionKnight, #Toton, #ChitraSubyakto, #SejauhMataMemandang, #LuluLutfiLabibi

 



polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?