Food Story
Ade Putri Berkisah Tentang Rasa Otentik Kuliner Nusa Tenggara Timur

3 Feb 2022


Foto: Instagram/Ade Putri Paramadita

Masakan Indonesia dikenal berlimpah rempah. Rasa pedas, asin, gurih, dan manis berpadu harmonis, ditambah aroma rempah yang begitu menggoda. Tapi, jenis masakan seperti itu tidak ditamukan dalam budaya kuliner Nusa Tenggara Timur (NTT). Culinary storyteller Ade Putri, bercerita, kuliner NTT memiliki karakteristik yang khas, yaitu penggunaan bumbu yang justru sangat minimalis.

“Memandang dari segi rasa, sepertinya penduduk NTT sudah terbiasa dengan rasa bahan pangan yang mereka gunakan. Seperti karakter masakan dari daerah Indonesia Timur yang lain, kuliner NTT menonjolkan bahan asli, tidak memberi banyak tambahan bumbu sebagai cita rasa. Jadi, proses memasaknya simpel saja,” kata influencer yang sempat menemani Gordon Ramsay, ketika sang celebrity chef sedang bertualang rasa di Sumatra Barat.

Renata Puji Sumedi Hanggarawati, Agroecosystem Program Manager dari Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI), menambahkan, setelah menangkap ikan dari laut, masyarakat NTT tidak memberi bumbu macam-macam. “Hanya dibakar saja, misalnya. Sehingga, rasa daging ikan laut yang segar dan manis bisa dinikmati.”

Siapa sangka, NTT juga menjadi surga varian kacang. Ada kacang tanah dari Sumba, kacang hijau dari Flores Timur, kacang merah pun macam-macam. Ada kacang merah Ende, Paleo, dan Flores Timur, dengan rupa polos maupun seperti batik. Masyarakat sana terkadang mencampurkan kacang ke dalam sayuran, nasi, jagung, atau bisa juga dibuat camilan, seperti kacang goreng dan kacang rebus.

Ade pernah mencicipi makanan bernama jagung bose. Meski ada jagungnya, tampilannya seperti bubur kacang. “Isinya hanya jagung dan beberapa jenis kacang dengan tambahan sangat sedikit garam. Yang ditonjolkan adalah rasa asli dari kacang. Bentuk kacangnya masih terlihat, tapi teksturnya tidak keras, karena dimasak cukup lama. Aku sempat bertanya, apakah makanan ini menjadi sumber karbohidrat dan bisa disantap bersama sei (daging asap khas NTT), misalnya. Ternyata, tidak. Dia dimakan sendirian saja,” kata Ade. 

Ia juga pernah menjajal kacang batik goreng. Seperti kacang tanah goreng, tapi berbeda warna dan rasa. Jika kacang tanah berwarna cokelat muda polos, kacang batik memperlihatkan bintik-bintik merah. Rasa kacang batik ini, menurut Ade, lebih manis daripada kacang tanah. Tapi, bukan karena bumbu, melainkan rasa asli dari kacang batik itu sendiri. 

Sorgum yang sedang naik daun karena non-gluten juga mudah ditemukan di NTT. Ade sendiri sudah mengonsumsi sorgum selama sekitar 3 tahun. Karena tidak hobi baking, maka ia memakai sorgum sebagai pengganti nasi. 

“Tekstur dan rasanya tidak jauh berbeda dibandingkan nasi dari beras. Cara dan lama memasaknya pun sama, bisa juga dengan rice cooker. Hanya takaran airnya saja yang sedikit berbeda, tapi saran takaran air biasanya dicantumkan pada kemasan. Aku pernah membuat kreasi bubur manado dari sorgum. Enak banget! Belum lama ini aku juga baru mencoba membuat pancake dari tepung sorgum,” kata Ade.

Tak hanya dikonsumsi dalam bentuk nasi, masyarakat setempat sudah membuatnya sebagai sereal. Tepung sorgum pun mereka olah sebagai bahan kue. Ada juga sorgum bunga yang bisa dibuat popgum, yaitu semacam popcorn. Bukan hanya diambil bulirnya, batang sorgum bisa dimanfaatkan menjadi gula sorgum, atau difermentasi menjadi kecap.

Satu lagi budaya kuliner NTT yang sudah dikenal cukup luas, yaitu kopi Manggarai. Sebagai peminum kopi, Ade merasakan bahwa cita rasa kopi Manggarai dan kopi Bajawa tidak terlalu bisa dibedakan. Karakter kopinya sangat kompleks. “Tapi, ketika kita bicara kopi, rasanya tergantung pada metode penyeduhannya juga. Misalnya, jadi kopi tubruk atau kopi filter. Aku mencoba kopi Manggarai dengan cara dibuat tubruk dan french press. Keduanya sama-sama enak.” 

Ade berharap, kopi Manggarai bisa dipasarkan melalui coffee shop yang khusus menyediakan kopi lokal, untuk memperlihatkan kepada konsumen bahwa selain kopi Bajawa yang sudah lebih dulu popular, ada, lho, kopi jenis lain dari Flores. (f)
 


Topic

#adeputri, #sorgum, #kuliner

 



polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?