Jika beberapa tahun lalu Audun Kvitland dari Norwegia membuat lagu tentang Nasi Padang, pada tahun 1977 seorang wanita berkebangsaan Belanda Louisa Johanna Theodora van Dort menulis lagu tentang Nasi Goreng. Lagu ini ditulis Wieteke – panggilan Louisa—karena rasa rindunya pada comfort food orang Indonesia ini.
Wieteke adalah perempuan Belanda yang lahir di Surabaya pada tahun 1943. Masa kecilnya ia lalui di Indonesia hingga ia beranjak remaja. Pada tahun 1957, dengan adanya konfik Papua, memaksa keluarga Van Dort meninggalkan Indonesia dan kembali ke Belanda. Di sana Wieteke tidak suka dengan iklim dan makanannya. Rindu dengan makanan Indonesia, akhirnya ia menulis lagu yang berjudul Geef Mij Maar Nasi Goreng yang artinya beri aku nasi goreng.
Selain nasi goreng, ia juga menyatakan kerinduannya dengan lontong sate babi, kue lapis, tahu petis. Makanan yang biasa ia santap saat kecil. Yang menari di telinga orang Indonesia adalah lagu Belanda ini banyak menggunakan kata-kata (makanan) Indonesia. Saat menyanyikannya Wieteke pun melafalkannya seakan-akan ia orang Indonesia asli.
Berikut adalah liriknya beserta terjemahannya dalam bahasa Inggris:
GEEF MIJ MAAR NASI GORENG
Toen wij repatrieerden uit de gordel van smaragd
( when we’re arrive from Indonesia)
Dat Nederland zo koud was hadden wij toch nooit gedacht
( we never know if Hollands is so cold)
Maar 't ergste was 't eten. Nog erger dan op reis
( the worse one’s is its meal, even worst than we got in the trip )
Aardapp'len, vlees en groenten en suiker op de rijst
( pottato, meat and vegetables and rice with sugar)
refrain :
Geef mij maar nasi goreng met een gebakken ei
( just give me a fried rice with an omelette)
Wat sambal en wat kroepoek en een goed glas bier erbij
( with a sambal(special Indonesian sauce) and krupuk (Indonesian chips) and a glass of beer)
Geef mij maar nasi goreng met een gebakken ei
( just give me a fried rice with an omelette)
Wat sambal en wat kroepoek en een goed glas bier erbij
( with a sambal and krupuk and a glass of beer)
Geen lontong, sate babi, en niets smaakt hier pedis
( there’s no lontong(rice cake), pork satay, there’s no pedis/pedas(spicy) taste)
Geen trassi, sroendeng, bandeng en geen tahoe petis
( there’s no trassi(dried shrimp paste) , srundeng (fried coconut grater), bandeng (milkfish), and tahu petis(fried tofu with petis, an extract shrimp paste))
Kwee lapis, onde-onde, geen ketella of ba-pao
( kue lapis (lapis cake), onde-onde (ball shaped cake with sesame seeds), there’s no cassava or bakpau(chinesse bun))
Geen ketan, geen goela-djawa, daarom ja, ik zeg nou
(there’s no sticky rice, there’s no Javanese sugar, so I said: )
(back to refrain)
Ik ben nou wel gewend, ja aan die boerenkool met worst
(but now I’ve been adapted with cabbage and snaps)
Aan hutspot, pake klapperstuk, aan mellek voor de dorst
( hutspot, with a coconut grater and milk)
Aan stamppot met andijwie, aan spruitjes, erwtensoep
( stamppot with an andijwie vegetables, spruitjes, erwtens sup )
Maar 't lekkerst toch is rijst, ja en daarom steeds ik roep
( whatever it is, the rice is the best one. So I always said: )
(back to refrain)
Nama Louisa Johanna Theodora- Wieteke- van Dort tidak asing di duni hiburan Negeri Belanda. Ia adalah aktris, penyanyi, dan komedian yang pernah memiliki program televisi sendiri. Ia banyak muncul di program televisi anak-anak, dan terkenal dengan karakter Nyonya Indo-Belanda bernama Tante Lien di acara The Late Late Lien Show. Acara ini tayang di waktu prime time, dan satu-satunya acara di Belanda yang menanyangkan budaya Indo-Eurasian dan memperkenalkan banyak artis dan musik Indonesia.
Setelah berlangsung selama 3 musim, acara televise ini berakhir di tahun 1988. Namun, karakter Tante Lien yang berkebaya Indonesia masih terkenal hingga kini. Pada tahun 2007, Wieteke mendapat gelar Silver Medal of Merit dari pemerintah Belanda.
Topic
#nasigoreng, #musik