Health & Diet
Cegah Komplikasi, Pentingnya Deteksi Dini Gangguan Tiroid

29 May 2023


Foto: Shutterstock
 

Tiroid merupakan kelenjar penting dalam tubuh manusia yang berperan dalam mengatur metabolisme dan kesehatan tubuh. Hormon tiroid sangat diperlukan untuk membantu tubuh menggunakan energi agar tetap hangat, serta membuat otak, jantung, otot dan organ lainnya bekerja sebagaimana mestinya.

Sayangnya, kerja hormon tiroid ini dapat terganggu karena berbagai kondisi. Ada dua jenis gangguan hormon tiroid yaitu hipotiroid dan Hipertiroid. Hipotiroid adalah gangguan kesehatan yang terjadi karena kurangnya produksi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Kondisi ini dapat menyebabkan penderitanya mudah lelah dan susah berkonsentrasi. Salah satu penyebab hipotiroid adalah pola makan rendah yodium. 

Sedangkan hipertiroid adalah masalah kesehatan yang terjadi karena kelenjar tiroid dalam tubuh memproduksi hormon tiroid secara berlebihan. Kadar hormon tiroid yang tinggi menyebabkan metabolisme tubuh bekerja sangat cepat. Akibatnya tubuh akan mengalami sejumlah gangguan kesehatan seperti nafsu makan meningkat namun berat badan tidak kunjung naik, jantung berdebar kencing hingga sulit berkonsentrasi. 

Hingga saat ini penanganan kasus gangguan tiroid di Indonesia masih sangat rendah. Berdasarkan data Calculated Treatment Rate dari IQVIA Thyroid Data tahun 2022, prevalensi hipotiroid mencapai 12,4 juta orang dengan tingkat penanganan masih sangat rendah yaitu 1,9%. Padahal, dalam beberapa kasus hipotiroid dapat diturunkan dari ibu ke anaknya, yakni Hipotiroid Kongenital pada bayi baru lahir. Dimana kondisi ini dapat menyebabkan masalah kesehatan serius serta disabilitas intelektual pada anak. Data yang sama menunjukkan bahwa prevalensi hipertiroid sebanyak 13,2 juta, juga memiliki tingkat penanganan yang sangat rendah, hanya 6,2%.

Gangguan tiroid seperti dijelaskan oleh dr. Agustina Puspitasari, Sp.Ok, SubSp.BioKO(K), Ketua Bidang Kajian Penanggulangan Penyakit Tidak Menular Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dapat terjadi pada semua tahapan hidup. “Penyakit tiroid dapat terjadi pada siapa saja, namun terdapat beberapa faktor yang membuat seseorang berisiko menderita penyakit tiroid, antara lain: berjenis kelamin wanita, berusia di atas 60 tahun, memiliki keluarga dengan riwayat penyakit tiroid, memiliki riwayat menderita penyakit kronis seperti diabetes dan autoimun, pernah menjalani pengobatan dengan iodium radioaktif, pernah menjalani operasi tiroid, serta pernah menjalani radioterasi pada dada” ungkap dr. Agustina. 

Lantas apa dampak dari gangguan pada kelenjar berbentuk kupu-kupu ini? Bagi Ibu hamil yang menderita gangguan tiroid dapat menyebabkan kelahiran prematur dan depresi post-partum. Sedangkan bagi janin bisa menyebabkan bayi Lahir dengan kelainan kongenital dan retardasi mental. Pada anak-anak yang menderita gangguan tiroid dapat mengganggu perkembangan kognitif anak. Lalu pada remaja yang menderita gangguan tiroid dapat menyebabkan pubertas tertunda serta gangguan perkembangan mental. Pada usia dewasa gangguan tiroid dapat menyebabkan menopause dini hingga gangguan saraf. 

Karena seriusnya dampak yang ditimbulkan oleh gangguan fungsi tiroid ini, sehingga penting untuk melakukan skrining dan diagnosis gangguan tiroid sedini mungkin guna mencegah komplikasi masalah kesehatan serius lebih lanjut, serta memastikan layanan kesehatan berkualitas terkait penanganan gangguan tiroid. 


(Ki-Ka) : Rajiv Rana, MD (Head of Medical Affairs Asia Pacific Merck Group), Dr. dr. Tjokorda Gde Dalem Pemayun, Sp.PD-KEMD., FINASIM (Ketua Pengurus Pusat Indonesian Thyroid Association (PP InaTA)), dr. Agustina Puspitasari, Sp.Ok, SubSp.BioKO(K) (Ketua Bidang Kajian Penanggulangan Penyakit Tidak Menular Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI)), dan Evie Yulin (Presiden Direktur PT Merck Tbk) I Foto: Dok. Merck. 


Dalam hal ini peningkatan kapabilitas tenaga kesehatan, khususnya dokter di semua multidisiplin ilmu terkait gangguan tiroid. Sayangnya, menurut Dr. dr. Tjokorda Gde Dalem Pemayun, Sp.PD-KEMD., FINASIM, Ketua Pengurus Pusat Indonesian Thyroid Association (PP InaTA), hingga saat ini diagnosis, terapi dan evaluasi  pasien gangguan fungsi tiroid di Indonesia masih belum optimal. Hal tersebut disebabkan karena banyak aspek antara lain:  keterbatasan akses informasi, edukasi dari dokter, serta terbatasnya akses skirining awal dan pengobatan yang tepat. 

“Untuk itu, diperlukan kolaborasi multidisiplin  untuk menjembatani kerja sama dalam mengatasi tantangan skrining, penanganan dan pelayanan gangguan tiroid di Indonesia.  Penanggung Jawab utama kasus-kasus tiroid tidak hanya melibatkan satu spesialisasi saja, melainkan berbagai dokter spesialis di antaranya, dokter spesialis penyakit dalam bidang endokrin, bedah  onkologi, patologi, kedokteran nuklir, anak, mata dan lain-lain,” ungkap Dr. Tjokorda. 

Dr. Tjokorda pun menyambut baik kolaborasi terbaru antara PT Merck Tbk, bersama dengan PB IDI dan PP InaTA lewat program RAISE Tiroid. Diiharapkan melalui program ini pelayanan tiroid terpadu ke masyarakat akan bisa menjadi lebih optimal di masa depan.

Presiden Direktur PT Merck Tbk, Evie Yulin mengatakan, “Merck sebagai mitra bagi tenaga kesehatan, melihat adanya kebutuhan edukasi dan peningkatan kapabilitas dokter untuk dapat meningkatkan skrining dan diagnosis gangguan tiroid pada populasi dewasa berisiko tinggi dan bayi baru lahir di Indonesia. Hal ini sangat penting karena peran mereka sebagai lini terdepan yang memberikan layanan kesehatan langsung kepada masyarakat.” 

Program RAISE Tiroid yang merupakan bagian dari komitmen Merck Global, akan menjangkau sekitar 52.000 tenaga kesehatan serta menyelenggarakan skrining pada 3 juta populasi dewasa berisiko tinggi di 7.000 fasilitas kesehatan. Dengan demikian diharapkan pada tahun 2030 terapi penanganan hipotiroid dapat meningkat menjadi 5,5 kali lipat atau sebanyak 11% dari sebelumnya 1,9% pada 2022 dan hipertiroid menjadi 2,5 kali lipat sebanyak 15% dari sebelumnya 6,2% pada tahun 2022.

“Kami percaya dengan akses terhadap informasi yang tepat, para dokter dapat mengedukasi masyarakat dengan lebih baik. Penandatangan nota kesepahaman program RAISE Tiroid ini merupakan bagian dari komitmen jangka panjang Merck untuk mendukung dan berperan aktif dalam pembangunan kesehatan, khususnya pada upaya penanganan penyakit gangguan tiroid di Indonesia,” ungkap Evie. 

Merck Global berkomitmen untuk meningkatkan kesadaran, diagnosis, dan penanganan gangguan tiroid melalui kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan. Sejak 2008, Merck Global telah bekerja sama dengan Thyroid Federation International (TFI) untuk meningkatkan kesadaran akan gangguan tiroid selama Pekan Kesadaran Tiroid Internasional yang diadakan setiap tahun antara tanggal 25-31 Mei. 

“Selain itu, berbagai inisiatif multichannel yang dilakukan Merck Global antara lain dengan meluncurkan platform edukasi berkelanjutan bagi tenaga kesehatan profesional melalui hcp.merckgroup.com dan FlixMD (platform edukasi berbasis video). Sementara itu, untuk masyarakat umum bisa mengakses www.thyroidaware.com, portal online yang tersedia dalam 12 bahasa, termasuk bahasa Indonesia, untuk mempelajari mengenai penyakit tiroid dan memanfaatkan fitur pemeriksa gejala gangguan tiroid,” tutup Rajiv Rana, MD, Head of Medical Affairs Asia Pacific Merck Group. (f) 


Baca Juga : 
Idap Hipotiroidisme, Baekhyun EXO Siap Jalani Wamil
Merokok Picu Timbulnya Risiko Penyakit Graves
Siapa Saja Yang Tidak Bisa Menerima Vaksin COVID-19 Buatan Sinovac?


Faunda Liswijayanti


Topic

#gangguantiroid, #tiroid

 



polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?