Sebenarnya, Dian bukan desainer baru, karena sudah 13 tahun malang melintang di dunia fashion. Namanya berkibar di kalangan pencinta wastra Nusantara, khususnya kain tenun.
Pengelana yang Jatuh Cinta pada Wastra Nusantara
Semua berawal dari hobi traveling dan memotret. Perempuan bernama lengkap Dian Erra Kumalasari (39) ini menemukan kecintaannya pada wastra atau kain-kain Nusantara dalam perjalanannya menjelajahi berbagai daerah di Indonesia. Jawa, Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur, Papua, hanya beberapa dari sekian banyak tanah yang telah dijejaknya.
Kritik dan saran dari teman-teman yang membeli baju buatannya pun berdatangan, terutama soal jahitan yang belum rapi. Tidak surut langkah, ia bahkan kemudian mengembangkan jenama Dian Oerip Batik.
Hingga suatu hari ia traveling ke Ende, Nusa Tenggara Timur, dan mulai jatuh cinta pada kain tenun. “Kain tenun ternyata saya banget, lebih ‘rebel’, lebih kuat. Akhirnya saya ‘main’ tenun,” kata Dian, yang memutuskan berhenti kerja kantoran dan fokus pada dunia fashion.
Selain itu, sudah ada 3 pengembangan bisnis yang dilakukan Dian. Yang pertama adalah jenama Oerip Urup, yang mengeluarkan produk aksesori dari bahan perca tenun, kedua adalah Dee, yang memproduksi produk-produk kebersihan berbahan alami, seperti sabun cuci untuk kain tenun dan hand sanitizer, dan terakhir adalah Oerip Apparel yang mengeluarkan T-shirt bergambar peta Indonesia dan tenun.
Sarat Story Telling
Museum Oerip Indonesia adalah rumah bagi sekitar 500 kain tenun langka dan lawas, yang didapat Dian dalam perjalanannya keliling Indonesia, di antaranya adalah kain-kain dari keluarga raja. Dalam perjalanan itu, ia merasa semesta selalu menuntunnya bertemu kain-kain tenun terbaik.
Hubungan Dian dengan penenun-penenun pun penuh kekeluargaan. Saat ini ia juga sudah mendirikan yayasan untuk membantu penenun, termasuk mendukung penenun-penenun muda.
Memang, tidak semua karyanya menggunakan kain langka yang sarat cerita dan tergolong tinggi harganya. Ia mengelompokkan karya-karyanya ke dalam 3 kategori koleksi: Irit, Premium, dan Masterpiece. Koleksi Irit yang dijual mulai harga 200 ribu rupiah (di bawah 1 juta rupiah) menggunakan kain-kain tenun seperti lurik, tenun Jepara, tenun endek, namun diberi detail atau aplikasi dari kain-kain lawas atau yang bernilai lebih tinggi.
Sementara, koleksi Premium di harga 2-5 juta rupiah, sudah mulai menggunakan kain-kain tenun yang harganya lebih mahal, banyak di antaranya dengan proses pewarnaan alam, bisa kain baru maupun lawas. Koleksi paling ‘top’ adalah Masterpiece, dari harga 6-7 juta rupiah hingga 25 juta rupiah, menggunakan kain-kain yang bernilai tinggi, karena untuk mendapatkannya tidak gampang dan selalu memiliki kisah. Misalnya, satu Masterpiece terjual di harga 25 juta rupiah di acara live beberapa waktu lalu adalah dari kain tenun Lampung motif kapal yang langka, yang dibuat untuk gubernur Lampung pertama, dipadu dengan kain Dayak yang digunakan penari sepuh serta kain yang ditenun oleh putri kraton Sumba.
“Saya ingin merangkul semua pasar. Kemampuan orang beda-beda, saya menghargai itu. Belum mampu beli yang Premium, tapi ingin punya koleksi Dian Oerip, bisa membeli koleksi Irit. Justru itu titik mengenalkan wastra. Mungkin mahasiswa uang sakunya paspasan, beli Irit, yang harga 200 ribuan. Dari situ dia akan merasa keren pakai kain tenun. Nanti di kemudian hari sudah bekerja, dia bisa membeli yang Premium,” kata Dian.
Karena itu, segmennya sangat luas. Dari mahasiswa, pedagang, ibu rumah tangga, pejabat, sampai profesional. “Jadi, bagi saya, siapa pun akhirnya akan menjadi Oerip Lovers,” cetus Dian.
Menciptakan pakaian untuk siapa pun dan keren dikenakan untuk momen apa pun adalah satu bentuk kebebasan yang diusung Dian. Dalam display koleksinya di media sosial atau website pun, ia menggunakan orang-orang biasa sebagai model. Karyanya menjadi lebih real, membumi, dan ‘egaliter’, dengan garis desain sederhana, loose, minim potong atau buang bahan, dan kaya akan paduan wastra. Bisa saja kain Sumba ketemu Ulos, kain Futus Amanuban dikawinkan dengan Dayak Iban dan Maumere, dan masih banyak lagi. Terkesan bebas, berjiwa memberontak, unik, dan penuh kejutan. Ia menyebut karya-karyanya ‘mbois’, istilah Jawa Timur, yang artinya keren, cool, tidak feminin. Bahkan ia menyebut dirinya ‘Mbois Designer’.
Dahsyatnya ‘Oerip Lovers’
Kondisi pandemi saat ini ternyata justru membuat karya-karyanya makin laris. Penjualan meningkat, omzet melesat tinggi hingga tiga kali lipat. Semua berkat optimalisasi teknologi digital di saat semua serba dibatasi. Dian mulai menggelar live shopping lewat Instagram saat pandemi. Ternyata, follower-nya sangat antusias. Mereka inilah yang dengan bangga disebut sebagai Oerip Lovers. “Ini strategi kami bertahan di tengah pandemi, to develop Oerip Lovers melalui IG live shopping, membuat sesuatu yang menarik untuk penjualan. Selalu inovatif, mencari ide-ide baru dalam penjualan dan karya,” ungkap Dian.
Antusiasme dan rebutan karya terbaru tidak hanya terjadi saat live shopping reguler. Suatu hari, Dian live saat sedang memotong kain-kain tenun. Ternyata follower-nya senang melihat proses kreatif dari sepotong kain tenun hingga menjadi satu pakaian yang siap dijahit. Tidak diduga, banyak yang mau langsung membeli. Akhirnya, dalam beberapa kesempatan, Dian live memotong kain, dan karya-karya setengah jadi itu bisa langsung dipesan.
Selama pandemi ini, setidaknya Dian sudah beberapa kali ikut pameran di beberapa kota, seperti Yogya, Surabaya, Bandung, dan Jakarta. Ia juga hadir di pameran-pameran besar seperti Adi Wastra dan Inacraft. Pameran akhirnya menjadi ajang pertemuan langsung Dian dengan para Oerip Lovers. “Mereka aset yang luar biasa, selain para penenun dan karyawan saya,” kata Dian.
Dukung Penenun, Lestarikan Budaya
Traveling masih menjadi passion Dian. Belakangan, perjalanan ke berbagai daerah di Indonesia itu dilakukan bukan hanya untuk mendapatkan kain-kain tenun untuk karya-karyanya atau menambah koleksi museum. Namun, ada satu misi mulia yang dibawanya: membantu penenun menjual kain-kain mereka. “Selama pandemi, nyaris tidak ada orang datang dan membeli kain tenun mereka. Mereka terancam tidak bisa menenun, karena tidak ada uang untuk membeli benang. Saya tergerak untuk datang ke sana, apalagi ketika di Kupang terjadi angin puting beliung yang menghancurkan banyak rumah penduduk,” ungkapnya.
Dian menggelar live shopping kain-kain tenun di beberapa desa dan komunitas penenun yang dia datangi. Lagi-lagi, dengan kekuatan Dian dalam menganyam cerita di balik sehelai kain, Oerip Lovers memborong kain-kain itu. Dalam 3 hari, 8000 lembar kain terjual. Dari Kupang, dia beranjak ke Alor. “Semua bersorak, karena selama 6 bulan tidak ada 1 sarung pun yang dibeli (laku). Tapi ketika saya bantu menjualkannya lewat Instagram, dalam 2 jam, 1 penenun bisa dapat omzet 80 juta rupiah,” kata Dian.
Setelah NTT, tidak lama kemudian ia menjelajah pelosok Kalimantan, melakukan hal yang sama, berburu kain sekaligus membantu penenun berjualan. Lagi-lagi antusiasme Oerip Lovers luar biasa, beramai-ramai mengadopsi kain-kain Dayak yang indah, dari yang harganya terjangkau hingga koleksi tua dan bernilai tinggi. “Hasil penjualan saya kembalikan kepada penenun,” kata Dian.
Walaupun koleksi pakaiannya dikenakan sederet figur publik, dari Presiden Joko Widodo, pejabat hingga selebriti, di antaranya Nadine Candrawinata, yang memesan busana pernikahan dari kain tenun Sumba, momen paling berharga bagi Dian adalah ketika membantu penenun mendapatkan income untuk membeli makanan keluarga atau material untuk memperbaiki rumah mereka yang rusak, dan bisa membiayai sekolah anak-anak mereka. “Saya bangga baju saya dipakai artis atau pejabat. Tapi saya lebih bangga bisa membantu dan jadi jalan berkat buat banyak orang,” ungkapnya.
Karena itu, ke depannya, ia akan lebih jauh menjelajah tanah air dan mengembangkan dukungannya bagi para penenun. Berkolaborasi dengan Melanie Subono yang didapuk menjadi PR Chief Oerip Indonesia, ia bertekat lebih mengenalkan Indonesia dan kekayaan budayanya lewat penenun dan wastra Nusantara hingga mancanegara.
Dan, ia telah membuktikannya. Setelah sukses di IFW 2022, mengusung tema Oerip Indonesia Memboemi di Eropa, Dian mempersembahkan karya-karyanya dan memperkenalkan tenun Nusantara secara maraton di Festival de la culture Indonesienne, Universite Paris Nanterre pada 23-25 Mei 2022 dan Taman Indonesia Kallenkote dan Rijswijk Belanda pada 28-29 Mei 2022 lalu. (f)
Baca juga:
Koleksi Baru Mengangkat Kekayaan Tradisi Sandang Indonesia
Membaca Tren Fashion Global 2022 Bagi Pelaku UKM
Terpesona Baju Bodo? Intip 5 Jenama ini!
2 Brand Hadirkan Motif Wastra Modern Untuk Busana Siap Pakai
Gracia Danarti