Career
Kabar Baik: Karier Wanita di Bidang Sains dan Teknologi Makin Cerah

16 Aug 2021

Foto: Freepik


Bureau of Labor Statistics Amerika Serikat merilis sebuah laporan berjudul STEM 101: Intro to Tomorrow’s Jobs pada 2015. Laporan itu mencantumkan pernyataan dari James Brown, Direktur Eksekutif STEM Education Coalition di Washington DC. “Masa depan ekonomi terletak pada STEM. Di sanalah letak pekerjaan-pekerjaan di masa mendatang.” Di dalam laporan tersebut terdapat tinjauan tentang jumlah rekrutmen terkait pekerjaan di bidang STEM (sains, teknologi, engineering, dan matematika) yang tumbuh lebih dari 9 juta dalam kurun waktu antara tahun 2012 dan 2022.

Namun, rupanya tenaga kerja di bidang STEM masih sangat didominasi oleh pria. Tidak aneh, karena jumlah wanita yang mendalami pendidikan di bidang tersebut memang masih sedikit, di negara maju sekalipun. 

Dari data yang tertuang pada buku Gender dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi: Perkembangan, Kebijakan, dan Tantangannya di Indonesia yang diterbitkan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2018, hanya sekitar 30% wanita yang belajar di bidang iptek pada jenjang perguruan tinggi. Wanita yang lulus dari bidang iptek di perguruan tinggi, terutama di sektor STEM, jumlahnya lebih sedikit lagi. Kalaupun lulus, belum tentu mereka nantinya bekerja di bidang-bidang tersebut.

Tapi, ternyata, stastik di negara lain juga tak jauh berbeda. Berdasarkan laporan UNESCO berjudul Cracking the Code: Girls’ and Women’s Education in STEM, secara global hanya 35% mahasiswi yang mendalami mata kuliah STEM dan hanya 3% mahasiswi yang mempelajari teknologi informasi dan komunikasi. Dari riset yang sama, ditemukan bahwa mahasiswi menunjukkan performa yang lebih baik di bidang sains daripada matematika. Inilah mengapa lebih banyak wanita yang memilih bidang sains, seperti biologi, kimia, atau farmasi. Mahasiswi Asia juga sering merasa tidak percaya diri dengan mata kuliah matematika dan sains, padahal nilai mereka terbilang tinggi.

UNESCO menggarisbawahi bahwa ketimpangan gender ini cukup meresahkan, mengingat karier di dunia STEM digambarkan sebagai karier masa depan yang akan mendorong terciptanya inovasi, kesejahteraan sosial, dan pertumbuhan berkelanjutan. Karena itu, UNESCO memberi perhatian khusus pada isu tersebut sebagai upaya meningkatkan pemberdayaan wanita sekaligus mendorong wanita untuk menjadi pemimpin di bidang STEM.

Tri Hindriasari, Managing Director, Technology Financial Services Delivery Lead for Indonesia, mengamati, saat ini semakin banyak perusahaan teknologi di Indonesia yang mendukung diversity dan inclusion. Meski begitu, memang lebih sedikit wanita yang memasuki sektor teknologi dibandingkan pria. “Karena, teknologi dan engineering masih dianggap sebagai mata pelajaran yang didominasi pria di sekolah.”

Ia menilai, prospek karier di sektor teknologi diproyeksikan akan tumbuh lebih cepat daripada bidang pekerjaan lain. “Hal ini disebabkan oleh adanya inovasi teknologi yang terus berkembang dengan cepat, sehingga memunculkan jenis pekerjaan baru, terutama yang berkaitan dengan cloud dan big data and security.

Sebagai contoh, karena cloud computing sedang naik daun, maka profesi yang berkaitan dengan hal tersebut, seperti cloud architect dan cloud engineer, makin dicari. Di laman TechRepublic disebutkan, jumlah perusahaan yang mencari calon karyawan dengan keterampilan cloud computing meningkat 33%.

Tri menegaskan, wanita di bidang teknologi diharapkan memiliki kemampuan yang sama dengan pria agar bisa beradaptasi dengan inovasi teknologi, serta mempunyai self-management yang kuat, terutama dalam hal active learning, toleransi terhadap stres, dan resiliensi dalam menghadapi tantangan. Dengan mengikuti training yang sama, ia mengungkapkan, wanita dan pria terbukti mempunyai kemampuan yang sama untuk berkembang.

“Diperlukan kreativitas untuk terus menciptakan inovasi, meningkatkan hard skill dan soft skills, juga wawasan luas, kemampuan menganalisis masalah, sekaligus mampu memberikan solusi. Memiliki know-how skill yang kuat menjadi kebutuhan utama yang harus dipenuhi. Sedangkan soft skill; terutama dalam hal komunikasi, kemampuan berkolaborasi dan meyakinkan orang lain (interpersonal influence), serta kemampuan untuk berpikiran adaptif dan resiliensi, akan menciptakan perbedaan dalam meraih kesuksesan,” kata Tri. 

Pertanyaannya, kenapa peneliti atau ahli di bidang STEM memerlukan keterampilan komunikasi? Keterampilan ini dinilai sangat penting untuk menjalin kerja sama dengan orang lain dan menyampaikan informasi dengan jelas, baik secara lisan maupun tulisan. Kurangnya kemampuan berkomunikasi berpotensi menjadi sumber konflik. Pada STEM 101: Intro to Tomorrow’s Jobs disebutkan, menguasai skill ini akan membuat Anda terlihat menonjol.

Keterampilan komunikasi yang dimaksud mencakup public speaking, technical writing, komunikasi interpersonal, serta kemampuan menjelaskan konsep yang sulit dengan bahasa yang sederhana agar mudah dimengerti. 

Jadi, sudah siapkah Anda merebut peluang? (f)



Baca Juga: 
3 Strategi Penting Untuk Bangun Creative Thinking
5 Alasan di Balik Pentingnya Virtual Team Building
Tak Ada Alasan Untuk Gaptek, Studi Ungkap Semua Pekerjaan Perlu Digital Skill


Topic

#stem #sains #teknologi

 



polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?