Career
Rayakan Hari Toleransi Sedunia, STOP Bullying di Tempat Kerja

16 Nov 2021

bullying di tempat kerja
Foto: Shutterstock


Hari Toleransi Internasional diperingati setiap 16 November sebagai ajakan bagi warga dunia untuk membangun toleransi antar budaya dan masyarakat. Semua pihak tentunya memiliki peran dan tanggung jawab dalam menciptakan dunia yang lebih toleran, termasuk dalam dunia kerja. 

Tak dipungkiri, kantor yang adalah tempat orang dewasa bekerja faktanya tak luput dari perilaku bullying. Beberapa kasus bullying yang belakangan muncul ke permukaan menjadi bukti nyata, dunia kerja tak bebas dari bullying atau perundungan. 

Lelucon yang tidak lucu, perkataan yang menyinggung ras, agama, suku, dan golongan, intimidasi, penindasan, dan banyak lagi bentuk perundungan lainnya yang bisa terjadi di tempat kerja. 

Data Workplace Bullying Institute di Amerika Serikat tahun 2017 menunjukkan lebih dari 60 juta pekerja pernah mengalami perundungan. Sebanyak 70 persen pelaku bullying adalah laki-laki, dan sisanya perempuan. Sekitar 61 persen kasus bullying dilakukan oleh atasan kepada bawahan, 30 persen oleh rekan kerja, dan 9 persen dilakukan bawahan kepada atasan. 

Bullying di kantor tidak bisa dibiarkan. Kondisi ini mempengaruhi kesehatan mental dan fisik korban, bahkan ketika seseorang mengundurkan diri dan pindah kerja sekalipun, tak serta-merta membuat korban terbebas dari dampak perundungan.

Pingkan Rumondor, S.Psi, M.Psi, Psikolog Klinis Dewasa dalam webinar yang diselenggarakan PT Unilever Indonesia, Tbk. mengangkat tema Zero Tolerance for Workplace Bullying, menjelaskan bahwa workplace bullying adalah serangkaian perilaku yang dilakukan secara sengaja dan berulang untuk mengintimidasi, menjatuhkan atau menyakiti orang lain di tempat kerja. 

“Contohnya seperti kekerasan fisik, verbal, pengucilan/pemboikotan, sabotase pekerjaan, dan lainnya. Workplace bullying bisa dilakukan secara langsung, maupun secara online (via telepon, cyberbullying),” ungap Pingkan. 

Lebih lanjut Pingkan menekankan bahwa aksi workplace bullying dapat melibatkan tiga pihak. Pertama adalah pelaku, yang kebanyakan menyerang titik lemah target agar mereka terlihat berkuasa sehingga menutupi rasa malu terhadap ketidakmampuan atau ketidakpuasan dalam dirinya. 

Kemudian ada target, yang secara sengaja dipermalukan sehingga dapat mengalami berbagai efek psikologis seperti kecemasan, gejala depresi, hingga gejala post-traumatic stress disorder yang berdampak pada terganggunya keseharian dan produktivitas. 

Ketiga adalah saksi, tanpa pemahaman yang cukup mengenai cara menghadapi situasi workplace bullying, seringkali saksi mata hanya berdiam diri. Selain itu, semakin banyak orang yang menjadi saksi, ada kecenderungan saksi makin tidak tergerak menolong karena menunggu orang lain bergerak lebih dulu, atau disebut juga bystander effect. “Padahal, saksi memiliki peranan yang krusial untuk mengintervensi perilaku tidak menyenangkan tersebut,” jelas Pingkan. 

Menurut Pingkan, keberanian menjadi kunci bagi target maupun saksi dalam melawan workplace bullying, dengan cara bersikap asertif untuk menolak sesuatu yang mengusik psikologis mereka. Namun selain itu, mereka juga harus percaya bahwa mereka terlindung di bawah perusahaan yang memiliki kebijakan kuat terhadap segala bentuk diskriminasi dan bullying.

Salah satu kelompok yang rentan terhadap bullying di lingkungan kerja adalah teman-teman penyandang disabilitas. Misalnya, karena stigma terhadap keterbatasan kemampuan mereka, rasa iba yang berlebihan, dan lainnya. Sayangnya mereka masih enggan bersuara, alasannya karena takut kehilangan pekerjaan yang sudah susah payah mereka dapatkan. 

“Setiap perusahaan sepatutnya menerapkan prinsip kesetaraan dan inklusivitas sebagai acuan bagi penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan hak-hak karyawan di tempat kerja, termasuk untuk teman-teman penyandang disabilitas, sehingga mereka dapat bekerja dengan nyaman, efektif dan produktif,” kata Nicky Clara, seorang Disability Womenpreneur yang turut berbagi dalam webinar ini.
 

Gerakan Nyata untuk STOP Perundungan di Tempat Kerja

Salah satu perusahaan yang memiliki komitmen besar untuk memastikan bahwa semua karyawan bekerja di lingkungan yang mempromosikan keberagaman, rasa saling percaya, menghormati hak asasi manusia, dan memberikan kesempatan yang setara, tanpa diskriminasi adalah PT Unilever Indonesia Tbk. 

Berpegang pada kode etik bernama Respect, Dignity & Fair Treatment (RDFT), perusahaan menindak tegas perilaku menyinggung, mengintimidasi, atau menghina, termasuk segala bentuk pelecehan atau bullying atas dasar perbedaan ras, usia, peran, gender, agama, kondisi fisik, kelas sosial, hingga pandangan politik sekalipun. 

“Unilever Indonesia memiliki Equity, Diversity, and Inclusion Board yang bertugas menjalankan dan memonitor tiga fokus Perusahaan dalam menciptakan lingkungan kerja serta masyarakat yang lebih toleran dan inklusif yaitu: Kesetaraan Gender, Kesetaraan untuk Penyandang Disabilitas, dan Penghapusan Diskriminasi dan Stigma. Dalam mengatasi aksi workplace bullying, kami memiliki jalur pengaduan khusus yang disebut Speak-Up Channel, sebuah Whistleblower System dengan jaminan kerahasiaan penuh sebagai salah satu sarana bagi karyawan untuk menyampaikan adanya penyimpangan terhadap peraturan dan ketentuan yang berlaku. Kami juga aktif mendorong karyawan untuk bertanggung jawab dan berinisiatif jika melihat potensi pelanggaran,” jelas Kristy Nelwan, Head of Communications PT Unilever Indonesia, Tbk.

Salah satu Komunitas yang juga bersuara untuk mendorong lebih banyak organisasi untuk memiliki sistem, struktur dan kepemimpinan yang berpihak pada anti-bullying adalah komunitas Sudah Dong. 

Sebagai komunitas yang sejak 2014 berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak negatif berbagai bentuk bullying melalui rangkaian program offline maupun online, seperti diungkap Fabelyn Baby Walean, Volunteer Sudah Dong, melihat bahwa workplace bullying masih banyak terjadi antara lain karena masih kurangnya regulasi ataupun sistem internal yang mampu secara firm menyikapi masalah ini. 

Karena alasan kuat tersebut, bekerja sama dengan Unilever, Sudah Dong menyusun sebuah e-booklet yang dapat dengan mudah diakses banyak pihak untuk meningkatkan awareness dan menyusun kebijakan terkait workplace bullying. 

Harapannya dengan pembuatan e-booklet ini akan menjadi sebuah proses transfer of knowledge untuk banyak perusahaan ataupun organisasi lainnya sehingga semakin mendorong semangat dan komitmen dari masyarakat untuk memberikan fokus lebih dan melakukan aksi nyata melawan workplace bullying. (f) 


Baca Juga: 
Platform untuk Melaporkan Perundungan di Sekolah untuk Cegah Bullying
Bukan Cuma Korban, Orang Tua Pelaku Perundungan Juga Mesti Waspada
Hindari 8 Kesalahan Ini Saat Lakukan Percakapan Basa-basi


Faunda Liswijayanti


Topic

#bullying, #tempatkerja

 



polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?