Profile
Puteri Komarudin: Bersuara adalah Bentuk Kepedulian

17 Aug 2021

Puteri Komarudin Anggota DPR RI muda periode 2018 - 2023
Foto: Dok. Puteri Komarudin


“Kalau sudah gede, mau jadi apa?” Kalau diingat-ingat, rasanya sedikit dari kita yang menjawab punya cita-cita menjadi politisi. Kalau pun ada, seringnya asa itu luntur seiring berjalannya waktu. Entah orientasi hidup yang berubah atau mungkin tidak melihat adanya kesempatan  atau, ironisnya, karena ia perempuan. Saya sendiri sejak kecil sudah bercita-cita menjadi politikus.
 

Pintu Itu Sudah Terbuka 

Kini situasinya berbeda. Seiring peningkatan potensi generasi muda, antusiasme politik anak muda juga meningkat pesat,  tak lagi apatis. Pengembangan kapasitas pemuda juga difasilitasi oleh pemerintah yang dijamin melalui PP No. 41 tahun 2011 tentang Pengembangan Kepeloporan Pemuda. Sementara untuk perempuan, UU No. 2 tahun 2008 dan UU No. 7 tahun 2017  mengatur kuota minimal 30 persen untuk keterwakilan perempuan di partai politik dan pemilu. 

Momentum berharga ini disambut hangat oleh partai politik. Pintu kaderisasi dibuka lebar untuk generasi muda. Kader perempuan menempati berbagai posisi strategis dalam organisasi kepartaian, termasuk di Partai Golkar tempat saya belajar dan berproses hingga akhirnya dapat duduk di Komisi XI DPR RI saat ini. 

Lahir di keluarga politisi  adalah sebuah
privilege yang harus saya akui. Ayah, Ade Komarudin, Mantan Ketua DPR RI Periode 2016 memberi pengaruh paling besar atas keputusan saya untuk melayani masyarakat. Melalui pengalaman Ayah, saya menyaksikan langsung bahwa dengan memegang posisi atau jabatan penting, kita bisa lebih berpengaruh dan bermanfaat untuk lebih banyak orang. Inilah yang menjadi motivasi saya  mengabdikan diri di jalur politik melalui lembaga DPR RI. 
 

Stigma Yang Harus Dilawan 

Harus saya akui bahwa bekerja di lembaga yang masih saja memiliki citra buruk, sangat menantang. Anggota parlemen yang makan gaji buta dan lupa dengan rakyat adalah stigma negatif yang harus kami telan sehari-hari. Tapi saya meyakini pandangan negatif bukan untuk dilawan, melainkan untuk dibuktikan. Sebab, sejatinya, kritik itu merupakan bentuk harapan masyarakat agar kami dapat bekerja dan berjuang lebih keras lagi. Jadi, jawaban yang mereka nantikan adalah kerja nyata. 

Sejauh ini, dari sejak dilantik pada 2019, 
saya dan tim antara lain telah berhasil membantu lebih dari 100 UMKM, dan membangun 15 sarana ibadah dan Pendidikan. Saya menunjukkan transparansi kinerja melalui laporan rutin yang dirilis pada platform digital website dan TV Parlemen, lalu diamplifikasi melalui kanal media sosial saya sehingga masyarakat  bisa melihat apa yang saya kerjakan. 

Di dunia politik Indonesia, tantangan  yang juga nyata adalah masih sedikitnya  anggota parlemen muda. Walaupun pada periode ini jumlahnya meningkat menjadi 52 orang, tapi secara prosentase baru 9 persen. Memiliki rekan kerja yang mayoritas jauh lebih senior  memberi tantangan tersendiri bagi anggota  parlemen muda. Namun, perbedaan jam terbang dan pengalaman tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak berusaha memberikan yang terbaik. Kolega politisi senior bukan saingan apalagi ancaman, mereka adalah guru saya. Komitmen saya untuk terus belajar nyatanya disambut dengan tangan terbuka oleh mereka. 

Angka keterlibatan perempuan dalam politik semakin meningkat dari tahun ke tahun. Saat ini, misalnya,  20 persen dari 575 anggota DPR RI adalah perempuan. Namun, pengaruh budaya patriarki yang kental membuat perempuan masih sering dipertanyakan kualitas dan kapabilitasnya, termasuk di politik. Stigma ini  salah satunya yang memotivasi saya untuk bisa vokal dalam bekerja. 

Yang saya yakini, suara saya adalah bukti kepedulian saya. Tentu syarat dan etika harus dipenuhi. Seperti membekali diri dengan data dan pendalaman isu yang kuat; memahami batas area kerja sesuai tupoksi; serta memberi dengan solusi. Hal ini dilakukan agar suara itu  lebih terdengar,  tepat sasaran tanpa terkesan mencari panggung. 

Suara yang pernah saya sampaikan, misalnya  pengawasan pemerintah, yaitu rekomendasi kepada LPDP terkait manajemen alumni penerima beasiswa agar dapat langsung berkontribusi kepada negeri melalui ikatan dinas. Usulan ini ditindaklanjuti oleh mereka dengan melakukan penjajakan bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian PAN-RB. 

Saya percaya bahwa kemajuan masyarakat tidak akan tercapai tanpa mempromosikan kesetaraan gender. Salah satunya meningkatkan peran perempuan pada pengambilan keputusan politik dan ekonomi.  Misalnya, di Komisi XI, saya  satu-satunya representasi perempuan dari Fraksi Partai Golkar pada isu yang selama ini masih didominasi  anggota parlemen laki-laki, yaitu keuangan dan pembangunan. Semoga saya dapat secara imbang membawa perspektif perempuan dan memastikan hak dan kepentingan perempuan terlindungi dalam isu yang saya naungi ini. 

Memang menjadi  orang politik tidak mudah, namun  apapun tantangannya, saya b    erusaha menghadapinya dengan cinta, komitmen, dan konsistensi. Senyuman konstituen ketika mereka dapat merasakan manfaat perjuangan yang saya lakukan adalah pembakar semangat. Saya percaya menjadi orang yang bermanfaat adalah cara jitu untuk menjadi bahagia. Kebahagiaan saya akan lebih sempurna apabila melihat lebih banyak lagi anak muda dan perempuan berpartisipasi dalam politik dan bersama-sama menciptakan kebijakan yang adil, inklusif, dan setara. (f) 


Penulis: Puteri Anetta Komarudin
Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Daerah Pemilihan Jawa Barat VII (Kab. Bekasi, Karawang, dan Purwakarta) Periode 2019 - 2024.

Artikel Kolom "Melihat Indonesia" Tayang di Femina Edisi Juli - September 2021


Baca Juga: 

Mengenal Kamala Harris, Wakil Presiden Wanita dan Kulit Hitam Pertama Amerika Serikat
Ini Kelebihan Wanita Pemimpin Saat Menghadapi Krisis
 



Topic

#melihatindonesia, #politikus

 



polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?